Minggu, 13 Januari 2013

KEGIATAN ISR



Kegiatan ISR (Institutional Social Responsibility) Magister Ilmu Administrasi Konsentrasi Administrasi Publik UNDIP dilaksanakan di SMK 7 Kota Semarang yang dimulai sejak bulan Mei hingga Agustus tahun 2012. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah Buber On The Road. Buber On The Road dilaksanakan pada tanggal 03 Agustus 2012. Kegiatan ini Alhamdulillah mendapatkan partisipasi penuh dari seluruh siswa dan siswi SMK 7.
Buber On The Road merupakan kegiatan yang sederhana namun sungguh senang rasanya bisa berbagi bersama, walaupun sedang berpuasa  menahan rasa haus, lapar dan berpeluh, mahasiswa MAP UNDIP dapat membaur dengan adek-adek siswa(i) SMK 7 dengan penuh suka cita untuk membagikan takjil kepada para gelandangan, pengemis, tukang becak, pengamen, pemulung, dan tukang parkir di sepanjang Jalan Simpang Lima hingga Tugu Muda. Tak banyak ketika membagikan takjil  mereka saling berebut. Kegiatan ini dilaksanakan semata untuk berbagi bersama, memgingatkan kita untuk terus selalu bersyukur akan semua rahmat yang telah Allah SWT berikan kepada kita dan diharapkan kegiatan ISR ini dapat memberikan manfaat untuk masyarakat sekitarnya.

ELECTRONIC GOVERNMENT (E-Gov)



1.    Definisi dan Manfaat Electronic Government (E-Gov)
Pengertian-pengertian Electronic Government (E-Gov) dari berbagai ahli antara lain (Indrajit, 2004:2-4):
Bank Dunia mendefinisikan e-Government sebagai berikut:
“E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Network, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government.”

UNDP (United Nation Development Programme) mendefinisikan e-goverment secara lebih sederhana, yaitu:
E-government is the application of the Information and Communication Technology (ICT) by government agencies”.

E-government diartikan oleh vendor perangkat lunak terkemuka semacam SAP memiliki definisi yang cukup unik, yaitu:
“E-government is a global reform movement to promote internet use by government agencies and everyone who deals with them.”

Janet Caldown dari hasil kajiannya bersama Kennedy School or Government, Harvard University, memberikan definisi yang menarik, yaitu:
“Electronic Government (E-Gov) is nothing short of a fundamental transformation of government and governance at the scale we have not witnessed since the beginning of the industrial era.”

Lembaga-lembaga pemerintahan juga mendefinisikan e-Government, menurut Pemerintah Federal Amerika Serikat mendefinisikan e-government secara ringkas, padat, dan jelas, yaitu:
e-government refers to the delivery of government information and service online through the internet or other digital means.”

Salah satu negara bagian di Amerika Serikat, Nevada, mendefinisikan e-government sebagai:
[1]”online services that eradicated the traditional barriers that prevent citizens and businesses from using government services and replace those barriers with convenient access”
[2]”government operation for internal constituencies that simplify the operational demands of government for both agencies and employees.”

Ketika mempelajari e-Government di Asia Pasifik, Clay G. Wescott mendefinisikan e-government sebagai berikut:
“E-government is the use of information and communications technology (ICT) to promote more efficiency and cost-effective government, facilitate more convenient government services, allow greater public access to information, and make goverment more accountable to cittizens.”

Manfaat e-government menurut definisi-definisi yang telah disebutkan antara lain:
a.   Merupakan suatu mekanisme interaksi baru (modern) antara pemerintah dengan masyarakat dan kalangan lain yang berkepentingan.
b.    Melibatkan penggunaan teknologi informasi (terutama internet); dengan tujuan
c.    Memperbaiki mutu (kualitas) pelayanan yang berjalan.
Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Electronic Government menyatakan bahwa Pengembangan Electronic Government (E-Gov) merupakan upaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan Electronic Government (E-Gov) dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup 2 (dua) aktivitas yang berkaitan yaitu :
a.    pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis;
  b.   pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.

2.    Empat Tipe Relasi Electronic Government (E-Gov)
Konsep Electronic Government (E-Gov) dikenal pula empat jenis klasifikasi (Indrajit, 2004:42-45), yaitu:
a.    Government to Citizens
Tipe G-to-C ini merupakan aplikasi Electronic Government (E-Gov) yang paling umum, yaitu dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi dengan tujuan utama untuk memperbaiki hubungan interaksi dengan masyarakat (rakyat).
b.    Government to Business
Salah satu tugas utama dari sebuah pemerintahan adalah membentuk sebuah lingkungan bisnis yang kondusif agar roda perekonomian sebuah negara dapat berjalan sebagaimana mestinya.
c.    Government to Governments
Di era globalisasi ini terlihat jelas adanya kebutuhan bagi negara­-negara untuk saling berkomunikasi secara lebih intens dari hari-ke hari. Kebutuhan untuk berinteraksi antar satu pemerintah dengan pemerintah setiap harinya tidak hanya berkisar pada hal-hal yang berbau diplomasi semata, namun lebih jauh lagi untuk memperlancar kerjasama antar negara dan kerjasama antar entiti-entiti (masyarakat, industri, perusahaan) dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi perdagangan, proses-proses politik, mekanisme hubungan sosial dan budaya.
d.   Government to Employees
Pada akhirnya aplikasi Electronic Government (E-Gov) juga diperuntukkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan para pegawai negeri atau karyawan pemerintahan yang bekerja di sejumlah institusi sebagai pelayanan masyarakat.

3.  Pemicu Utama Electronic Government (E-Gov)
Dilihat dari sejarahnya, konsep Electronic Government (E-Gov) berkembang karena adanya 3 (tiga) pemicu utama (Indrajit, 2004:7-8) antara lain:
a.  Era Globalisasi
Era globalisasi yang datang lebih cepat dari yang diperkirakan telah membuat isu-isu semacam demokratisasi, hak asasi manusia, hukum, transparansi, korupsi, civil society, good coorporete governance, perdagangan bebas, pasar terbuka dan lain sebagainya menjadi hal-hal utama yang harus diperhatikan oleh setiap bangsa jika yang bersangkutan tidak ingin diasingkan dalam pergaulan dunia. Dalam format ini pemerintah harus mengadakan reposisi terhadap peranannnya didalam sebuah negara, dari yang bersifat internal dan fokus terhadap kebutuhan dalam negeri menjadi lebih berorientasi kepada eksternal dan fokus kepada bagaimana memposisikan masyarakat dan negaranya dalam pergaulan global. Jika dahulu didalam sebuah negara kekuasaan lebih berpusat pada sisi pemerintahan (supply side) maka saat ini bergeser kearah masyarakat (demand side) sehingga tuntutan masyarakat terhadap kinerja pemerintahnya menjadi semakin tinggi (karena untuk dapat bergaul dengan mudah dan efektif dengan masyarakat negara lain, masyarakat di sebuah negara harus memiliki lingkungan yang kondusif )
b.  Kemajuan Teknologi Informasi
Kemajuan teknologi informasi (komputer dan telekomunikasi) terjadi sedemikian pesatnya sehingga data, informasi, dan pengetahuan dapat diciptakan dengan teramat sangat cepat dan dapat segera disebarkan ke seluruh lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia dalam hitungan detik. Hal ini berarti bahwa setiap individu diberbagai negara di dunia dapat berkomunikasi secara langsung kepada siapapun yang dikehendaki tanpa dibutuhkan perantara.
c.  Meningkatnya Kualitas Hidup Masyarakat
Meningkatnya kualitas hidup masyarakat di dunia tidak lepas dari sedemikian membaiknya kinerja industri swasta dalam melakukan kegiatan ekonominya. Keintiman para masyarakat dan pelaku ekonomi telah membuat standardisasi yang membaik dari waktu ke waktu. Percepatan standar kerja pada sektor swasta tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas pada sektor publik sehingga masyarakat menemui ketimpangan dalam pelayanan. Dengan kata lain pemerintah harus meningkatkan kualitas pelayanan terhadap masyarakat.

4.  Elemen Sukses Pengembangan Electronic Government (E-Gov)
Elemen sukses pengembangan Electronic Government menurut hasil kajian dan riset Harvard JKF School of Government, untuk menetapkan konsep-konsep digitalisasi pada sektor publik, ada tiga elemen sukses yang harus dimiliki dan diperhatikan sungguh-sungguh. Elemen tersebut adalah (Indrajit,2004:15-18):
a.  Support
Merupakan elemen pertama dan paling krusial, karena e government bukan hanya mengikuti trend atau menentang inisiatif yang berkaitan dengan e-government. Tanpa adanya “polical will” mustahil pembangunan e-government dapat berjalan mulus. Karena budaya birokrasi cenderung bekera berdasarkan model manajemen “top down”.
b. Capacity
Unsur kemampuan  setempat dalam mewujudkan e-government menjadi kenyataan.
c. Value
Elemen pertama dan kedua dilihat dari sisi pemerintah sebagai pihak pemberi jasa (supply side). Berbagai inisiatif e-government tidak akan ada gunanya jika tidak ada pihak yang merasa diuntungkan dalam implementasi konsep tersebut. Dan yang menentukan besar tidaknya manfaat yang diperoleh dengan adanya e-government bukan kalangan pemerintah sendiri, melainkan masyarakat dan yang berkepentingan (demand side).
Faktor-faktor penentu yang ikut menjadi pertimbangan dalam menentukan tingkat kesiapan sebuah daerah menetapkan Electronic Government (E-Gov) yaitu (Indrajit, 2005:8-9):
a. Infrastruktur Telekomunikasi, dalam pelaksanaannya perangkat keras seperti komputer, jaringan, infrastruktur akan menjadi faktor teramat sangat penting dalam penerapan e-government. Secara ideal memang harus tersedia infrastruktur yang menunjang target atau prioritas pengambangan e-government yang telah disepakati.
b. Tingkat konektivitas dan penggunaan TI oleh pemerintah, dengan mengamati sejauh mana pemerintah saat ini menerapkan beraneka ragam teknologi informasi dalam membantu kegiatan sehari-hari akan tampak sejauh mana kesiapan dalam menerapkan e-government.
c. Kesiapan Sumber daya manusia di pemerintah, SDM merupakan subyek dalam inisiatif e-government dalam pemerintahan sehingga tingkat kompetensi dan keahlian akan mempengaruhi penerapan e-government.
d. Ketersediaan dana dan anggaran, pemerintah daerah harus memiliki jaringan yang cukup mengenai sumber daya finansial untuk membiayainya.
e. Perangkat hukum, konsep e-government terkait dengan usaha penciptaan dan pendistribusian data/informasi dari suatu pihak terhadap pihak lain, masalah keamanan data/informasi dan hak cipta intelektual. Pemerintah harus memiliki perangkat hukum yang menjamin terciptanya mekanisme e-government yang kondusif.
f.  Perubahan paradigma, pada hakikatnya penerapan e-government merupakan suatu proyek change management yang membutuhkan adanya keinginan untuk, mengubah paradigma dan cara berfikir. Perubahan paradigma ini akan bermuara pada dibutuhkannya kesadaran dan keinginan untuk mengubah cara kerja, bersikap, perilaku, dan kebiasaan sehari-hari.
Komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam pengelolaan Electronic Government (E-Gov) (Indrajit, 2005:18-19), antara lain:
a.  Content Development, menyangkut perkembangan aplikasi (perangkat lunak), pemilihan standart teknis, penggunaan bahasa pemprograman, spesifikasi sistem basis data, dsb.
b.  Competency Building, menyangkut pelatihan dan pengembangan kompetensi maupun keahlian seluruh jajaran sumber daya manusia berbagai lini pemerintahan.
c.    Connectivity, menyangkut ketersediaan infrastruktur komunikasi dan teknologi informasi di lokasi dimana e-government akan diterapkan.
d.   Cyber Laws, menyangkut keberadaan kerangka dan perangkat hukum yang telah diberlakukan terkait dengan seluk beluk aktivitas e-government.
e.    Citizent Interfaces, menyangkut perkembangan berbagai kanal akses (multi access channels) yang dapat dipergunakan oleh seluruh masyarakat dan stakeholder e-government dimana saja dan kapan saja.
f.     Capital, menyangkut pola permodalan proyek e-government yang dilakukan terutama berkaitan dengan biaya setelah proyek selesai dilakukan, seperti pemeliharaan dan pengembangan.
Hal terakhir yang perlu diperhatikan adalah membangun suatu mekanisme yang efektif agar komunikasi dengan stakeholder dapat terjalin dengan baik. Keterlibatan stakeholder terutama pengguna langsung sistem Electronic Government (E-Gov) dengan porsi tepat akan berguna untuk evaluasi demi peningkatan sistem.


 REFERENSI: 

Indrajit, Richardus Eko. 2004. Electronic Government (E-Gov) (Strategi Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan Publik Berbasis Teknologi Digital). Yogyakarta: Penerbit Andi. 




Sabtu, 12 Januari 2013

TEORI ORGANISASI



Yang dimaksud dengan Teori Organisasi adalah suatu konsepsi, pandangan, tinjauan, ajaran, pendapat atau pendekatan tentang pemecahan masalah organisasi sehingga dapat lebih berhasil sehingga organisasi dapat mencapai sasaran yang ditetapkan.yang dimaksud dengan masalah adalah segala sesuatu yang memerlukan pemecahan dan pengambilan keputusan. Sesuatu yang tidak memerlukan pemecahan bukan merupakan masalah. Oleh karena itu yang dimaksud dengan masalah organisasi adalah segala sesuatu yang ada hubungannya dengan kepentingan organisasi yang memerlukan pemecahan dan pengambilan keputusan. Masalah yang dihadapi oleh organisasi sangat kompleks dan setiap masalah memerlukan pemecahan tersendiri. Usaha untuk memecahkan berbagai kajian untuk lebih memahami efektivitas organisasi. Dari usaha intelektual itu kemudian berkembanglah berbagai teori organisasi dengan berbagai kaidah dan rumusnya. (Wursanto, 2002:259)
Terdapat 9 (sembilan) macam teori organisasi (Wursanto, 2002:259), yaitu:
1.    Teori Organisasi Klasik
Teori organisasi klasik disebut juga teori organisasi tradisional, teori organisasi spesialisasi, teori formalism, teori struktur (the structure theory of organization). Teori klasik muncul sebagai akibat dari usaha yang ditempuh untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi dengan menentukan prinsip-prinsip yang dapat dipergunakan sebagai pedoman bagi para manajer dalam melaksanakan tugas. Prinsip-prinsip ini memberikan pedoman kepada manajer untuk menyusun suatu sistem tugas dan wewenang. Prinsip-prinsip ini merupakan prinsip umum yang dapat diterapkan pada setiap organisasi apapun sehingga merupakan prinsip yang bersifat universal. Terdapat 10 (sepuluh) macam prinsip organisasi (Wursanto, 2002:261), yaitu:
a.    Prinsip penetapan tujuan yang jelas
b.    Prinsip kesatuan perintah (the principle of unity of command)
c.    Prinsip keseimbangan
d.   Prinsip pendistribusian pekerjaan (the principle of distribution of work)
e.    Prinsip rentangan pengawasan (the principle of span of control)
f.     Prinsip pelimpahan wewenang (the principle of delegation of authority)
g.    Prinsip departementasi (the principle of departementation)
h.    Prinsip penempatan pegawai yang tepat (the principle of the right man in the right place)
i.      Prinsip koordinasi (the principle of coordination)
j.      Prinsip pemberian balas jasa yang memuaskan
2.    Teori Birokrasi
Dalam arti yang netral birokrasi berarti suatu pemerintahan yang dijalankan melalui biro-biro. Keterlambatan pelayanan atau tidak baiknya pelayanan kepada masyarakat sebenarnya bukan disebabkan oleh birokrasi tetapi disebabkan kurang baiknya birokrasi. Birokrasi sebenarnya merupakan inti daripada setiap organisasi modern, kkarena tanpa birokrasi yang baik dan kuat, organisasi tidak akan dapat berjalan.
Pada dasarnya teori organisasi birokrasi menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan, organisasi harus menjalankan strategi (Wursanto, 2002:263), sebagai berikut:
a.    Pembagian dan penugasan pekerjaan secara khusus sehingga para pemegang pekerjaan dapat menjadi ahli dalam pekerjaan masing­-masing. Strategi ini dikenal dengan prinsip spesialisasi.
b.    Setiap anggota hanya bertanggung jawab secara langsung kepada seorang atasan (satu orang satu atasan langsung = one man one leader atau one man one boss). Strategi ini dikenal dengan prinsip rantai komando atau prinsip hirarki.
c.    Promosi didasarkan pada masa kerja dan prestasi kerja, dan dilindungi dari pemberhentian sewenang-wenang. Strategi ini dinamakan prinsip loyalitas.
d. Setiap pekerjaan dilaksanakan secara zakelijk, dalam arti tidak memandang bulu, tidak membeda-bedakan status sosial, tidak pilih kasih. Strategi ini dinamakan prinsip impersonal.
e.    Tiap-tiap tugas dan pekerjaan dalam organisasi dilaksanakan menurut suatu sistem tertentu berdasarkan kepada data peraturan yang abstrak. Berdasarkan kepada tata-aturan yang abstrak itu akan diperoleh keseragaman atau uniformitas dan koordinasi dari setiap tugas dan pekerjaan yang berbeda-beda. Strategi yang demikian dikenal dengan prinsip uniformitas.
3.    Teori Organisasi Human Relations
Teori organisasi human relations disebut juga teori hubungan kema­nusiaan, teori hubungan antar manusia, teori hubungan kerja kemanusiaan, atau the human relations theory. Teori organisasi hubungan kemanusiaan berangkat dari suatu anggapan bahwa dalam kenyataan sehari-hari organisasi merupakan hasil dari hubungan kemanusiaan (human relations). Teori ini beranggapan bahwa organisasi dapat diurus dengan baik dan dapat mencapai sasaran yang ditetapkan apabila di dalam organisasi itu terdapat hubungan antar-pribadi yang serasi. Hubungan itu dapat berlangsung antara pimpinan dengan pimpinan yang setingkat, antara pimpinan dengan bawahan, antara bawahan dengan pimpinan, antara bawahan dengan bawahan. Tujuan dilaksanakannya human relations ialah untuk men­dapatkan (Wursanto, 2002:264):
a.    Kepuasan psikologis para karyawan.
b.    Moral yang tinggi,
c.    Moral yang tinggi,
d.   Disiplin yang tinggi,
e.    Loyalitas yang tinggi, dan
f.     Motivasi yang tinggi.
Apabila di dalam organisasi ada kepuasan psikologis pada diri para anggota, ada moral, disiplin dan motivasi yang tinggi, maka organisasi akan dapat diurus dengan mudah, dan dapat berjalan lancar menuju sasaran yang telah ditetapkan.
4. Teori Organisasi Perilaku
Teori organisasi perilaku atau The Behaviour Theory of Organization adalah suatu teori yang memandang organisasi dari segi perilaku anggota organisasi. Teori ini berpendapat bahwa baik atau tidaknya, berhasil atau tidaknya organisasi mencapai sasaran yang telah ditetapkan adalah tergantung dari perilaku atau sikap kelakuan (behaviour) dari para anggotanya. Dengan demikian menurut teori ini masalah utama yang dihadapi organisasi adalah bagaimana meng­arahkan para anggota untuk berpikir, bersikap, bertingkah laku atau ber­perilaku sebagai manusia organisasi yang baik. Yang dimaksud dengan perilaku dapat berupa sikap, tindakan atau tingkah laku. Perilaku dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. perilaku formal, b. perilaku informal, c. perilaku non formal. (Wursanto, 2002:265)
5. Teori Organisasi Proses
Teori organisasi proses atau The Process Theory of Organization adalah suatu teori yang memandang organisasi sebagai proses kerja sama antara sekelompok orang yang tergabung dalam suatu kelompok formal (Wursanto, 2002:266).  Oleh karena itu teori ini memandang organisasi dalam arti dinamis, selalu bergerak dan di dalamnya terdapat pembagian tugas dan prinsip-prinsip yang bersifat umum, universal.
6.  Teori Organisasi Kepemimpinan
Kepemimpinan atau leadership adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (para pengikut, para bawahan) sehingga orang lain mau mengikuti apa yang menjadi kehendaknya. Orang yang mampu mem­pengaruhi orang lain sehingga mau mengikuti kehendaknya disebut pemimpin atau leader. Teori ini beranggapan bahwa berhasil tidaknya organisasi men­capai tujuan tergantung dari sampai seberapa jauh seorang pemimpin mampu mempengaruhi para bawahan sehingga mereka mau bekerja dengan semangat yang tinggi dan tujuan organisasi dapat dicapai secara efisien dan efektif. Teori orga­nisasi kepemimpinan dapat dibedakan menjadi : a. teori otokratis, b. teori demokratis, c. teori kebebasan, d. teori paternalisme, e. teori personal, dan f. teori non-personal. (Wursanto, 2002:267)
7.  Teori Organisasi Fungsi
Pada dasarnya fungsi adalah sekelompok tugas atau kegiatan yang harus dijalankan oleh seseorang yang mempunyai kedudukan sebagai pemimpin atau sebagai manajer guna mencapai tujuan organisasi. Teori ini dilandaskan suatu pemikiran bahwa segala aktivitas dalam organisasi akan dapat berjalan lancar dan berhasil mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan apabila pimpinan organisasi mampu menjalankan sekelompok kegiatan yang telah menjadi fungsi dari seorang manajer yang terdiri dari: kegiatan menyusun perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), memberi­kan motivasi atau pemberian bimbingan (motivating), pengawasan (controlling), dan pengambilan keputusan (decision making). (Wursanto, 2002:268)
8.  Teori Pengambilan Keputusan
Teori ini berlandaskan kepada suatu pemikiran bahwa berhasil tidaknya organisasi mencapai tujuan yang telah ditentukan tergantung dari berbagai keputusan yang dibuat oleh para pejabat di setiap tingkatan, baik keputusan di tingkat puncak (keputusan administratif), keputusan di tingkat menengah (keputusan eksekutif), maupun keputusan di tingkat bawah (keputusan operatif). (Wursanto, 2002:271)
9.  Teori Kontingensi
Teori kontingensi (contingency theory) disebut juga teori kemungkinan, teori lingkungan atau teori situasi. Setiap organisasi apapun selalu menghadapi situasi tertentu. Situasi yang dihadapi setiap organisasi berbeda-beda, baik organisasi pemerintah, organisasi niaga, maupun organisasi sosial. Oleh karena itu teori kontingensi berlandaskan pada suatu pemikiran bahwa pengelolaan organisasi dapat berjalan dengan baik dan lancar apabila pemimpin organisasi mampu memperhatikan dan memecahkan situasi tertentu yang sedang di­hadapi. Tidak ada prinsip-prinsip umum yang berlaku untuk segala situasi. Setiap situasi harus dianalisis sendiri. (Wursanto, 2002:272)

REFERENSI:

Wursanto. 2005. Dasar-dasar Ilmu Organisasi. Yogyakarta: Andi.